Dus Kemasan | Repugraf | Fattah, Menjaga Situs Makam Raja, Menjaga Sejarah Bontang

Fattah, Menjaga Situs Makam Raja,  Menjaga Sejarah
 Abdul Fattah Semarang, Penjaga makam, Tetua Kutai Api-Api
KLIKBONTANG.com -- Kisah Abdul Fattah Semarang adalah kisah Pengabdian. Ia menjaga makam Tetua Kutai di Api-Api yang merupakan warisan sejarah dari leluhurnya. Tentu dalam aspek sejarah, ada peninggalan dari masa lalu sebagai dasar untuk memahami perkembangan masyarakat, kebudayaan, sosial, dan ekonomi. Peninggalan tersebut berupa artefak yang ditinggal oleh manusia sebelumnya, seperti candi, masjid, kuburan dan yang lainnya.

Namun, apa daya ketika peninggalan tersebut tidak dilestarikan atau bahkan tak ada generasi penerus yang memperdulikannya.

Patut mengapresiasi pengabdian Fattah yang telah mendedikasikan dirinya untuk menjaga sejarah leluhurnya. Bagaimana tidak, 21 tahun ia telah menjadi penjaga makam leluhurnya, makam yang dikhususkan oleh orang keturunan Kutai.

Bukan hanya itu, makam tersebut dihuni oleh salah satu tokoh dari kerajaan masa lampau Kutai Kartanegara yakni makam Datu Bahada. Menurut pengakuan Fattah ia adalah salah tokoh yang membangun Api-Api. Kelurahan Api-Api ini yang melingkupi Kota Bontang.

Dalam penuturan Fattah, dirinya memang berniat sejak awal untuk menjaga makam Datu Bahada dan keturunannya. Sebab Datu Bahada adalah leluhurnya. Diusianya yang menghampiri 66 tahun, tubuh telah renta. Namun tubuh renta itu adalah saksi pengorbanannya menjaga sejarah leluhurnya.
Ia kini tinggal di rumah yang seadanya, tanpa perabotan yang mewah, yang bertempat dipinggiran makam. “Pernah ada utusan dari pemerintah, datang untuk melihat rumah ini, dan beberapa kali difoto, tapi tidak ada lagi kelanjutannya,” kata Fattah.
Dirinya sempat menanyakan untuk apa foto itu. Menurut utusan tersebut rumahnya nanti diusulkan untuk diperbaiki. Namun apalah daya, hingga kini harapan untuk memperbaiki rumah tersebut tak kunjung terlaksana.

Sebelumnya, Fattah tinggal di Gunung Sari. Ia bolak balik naik sepeda ke makam setiap hari. Dengan usianya yang kini lanjut, enam tahun lalu ia memutuskan untuk membangun rumah didekat makam.

”Saya capek bolak balik dari Gunung Sari ke Api-Api dengan usia saya seperti ini, dan saya berpikir siapa lagi yang akan menjaga makam kalau bukan kita keturunannya,” ungkap Fattah sambil memijat kakinya tuanya.

Sebelum dirinya mendapat upah dari Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan, hampir sepuluh tahun Fattah tanpa upah yang jelas. Hanya welas kasih dari masyarakat yang biasanya berziarah memberi bantuan kepadanya.

“Yah, sebelumnya saya hanya sukarela saja, selama sepuluh tahun, kalau ada masyarakat yang datang, biasa dikasih kalau tidak yah sabar,” tuturnya sambil tersenyum.

Saat ini, dirinya berharap makam Datu Bahada, sebagai peninggalan sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara dan lebih khususnya sejarah Bontang sendiri, lebih diperhatikan lagi. Pasalnya, peninggalan tersebut merupakan situs sejarah yang menjelaskan peradaban Bontang.

“Saya berharap, makam Datu ini dipasang namanya di pinggir jalan  atau lorong depan serta kuburannya diperbaiki. Agar masyarakat tahu bahwa leluhurnya dimakamkan disini,” tuturnya. Hanya saja belum ada perhatian, bahkan dirinya mengatakan, kalau ada orang Tenggarong yang datang ke Bontang, tidak mengetahui kuburan leluhurnya, karena tidak adanya informasi.

Selain itu, dirinya berencana untuk memperbaiki jalan untuk masyarakat berziarah Sebab, kalau hujan wilayah kuburan tersebut menjadi becek. Hal ini juga agar makam tak diinjak. Namun biaya untuk perbaikan tersebut, tak dipunyainya. Karena bahan sekarang semuanya mahal, andaikata ada bantuan, itu bisa terwujud,” kata Fattah.

Kini, kesehariannya adalah menjaga makam sejarah, membersihkannya sambil menunggu masyarakat yang datang menziarahi leluhurnya. Karena bagi dirinya menjaga leluhur merupakan pengabdian dalam hidupnya, meski kelak tak ada yang memperhatikannya. Ia tetap dengan tubuh yang telah dimakan usia, setia menjaga makam leluhurnya sebagai penginggalan sejarah.

Lantas, siapa yang akan melanjutkan sejarah Fattah? Itu tentu penting dipertanyakan karena suatu saat nanti ketika tubuhnya tak mampu lagi bergerak karena telah dimakan usia. Siapa yang akan menjaga peradaban budaya dan situs yang telah dirawat olehnya? Apakah kita akan dihampiri tuna sejarah? hanya masyarakat yang mampu menjawabnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages